Tidak Semua Pelaku UKM Dikenai PPN

Para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tetap akan dipungut Pajak Penghasilan (PPh) serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun tidak semua pelaku UKM akan dikenai PPN dan pelaku UKM yang wajib membayar pajak pun bakal dipermudah dalam proses penyetorannya. “Bagi UKM kami mau beri fasilitas pajak yang simpel, yaitu pengenaan pajaknya dihitung dari omzet. Sekarang, itu tengah dibahas, mudah-mudahan cepat selesai,” terang Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Fuad A. Rahmany dalam acara Kelas Pajak bagi Wartawan terkait Strategi Pengamanan Penerimaan Perpajakan Tahun 2012, Sabtu, 11 Februari 2012, di Hotel Lido Lakes Resort, Bogor, Jawa Barat.

Pemotongan dari omzet diusulkan karena UKM selama ini tidak memiliki pembukuan yang rinci soal belanja, penjualan, maupun pendapatan bersihnya Oleh karena itu, untuk mempermudah, diusulkan pemotongan dari omzet. Fuad menerangkan bahwa DJP berupaya agar Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi payung hukum bagi kebijakan pajak tersebut tidak menyatakan pengenaan pajak untuk UKM, melainkan pajak yang dikenakan berdasarkan hasil usaha di atas Rp 300 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar. Artinya, pengusaha mikro seperti penjual bakso, pedagang sayur dan pedagang asongan atau penjual keliling lainnya tetap bebas pajak, sedangkan mereka yang beromzet lebih dari Rp 4,8 miliar dikenai pajak seperti pengusaha besar. “Untuk usaha yang beromzet diatas Rp 300 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar akan dikenai PPN 1 % dan PPh 1%,” urai Fuad.

Fuad mengungkapkan bahwa proses penyetoran pajak bagi UKM juga akan dipermudah. Salah satunya dengan menggunakan mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Saat ini, Kementerian Keuangan sedang berkoordinasi dengan sejumlah bank yang selama ini bekerja sama dengan UKM, seperti BRI, Bank Mandiri, ataupun BTN untuk mempermulus rencana tersebut. Penyederhanaan pajak yang diberikan kepada pengusaha kecil masih berupa cara pembayaran, belum pada penyederhanaan besaran pajak kumulatif. “Meski begitu, pengusaha tetap harus menyetor SPT (Surat Pemberitahuan) Pajak saban tahun,” imbuh Fuad

Demi prinsip keadilan, DJP tetap akan memungut pajak dari pelaku UKM. Pendapatan pengusaha UKM dinilai layak dikenai pajak. Perbandingannya, buruh pabrik dengan upah Rp 3 juta per bulan saja sudah dipotong bulanan untuk membayar pajak. Maka dengan prinsip yang sama, DJP mengusulkan pengenaan PPh untuk usaha dengan omzet di bawah Rp 300 juta setahun. Pelaku UKM yang beromzet sampai dengan Rp 300 juta itu kemungkinan akan dikenai PPh 0,5%. Meski demikian pengusaha kelas ini tidak akan dikenakan PPN karena tergolong bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Fuad menandaskan setiap warga negara atau badan usaha yang penghasilannya di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) harus membayar pajak. PTKP ditetapkan sebesar Rp 15,84 juta per tahun. Pada prinsipnya pengenaan pajak tetap ada bagi semua masyarakat sebagai perwujudan dari upaya menegakkan rasa keadilan di kalangan masyarakat. “Kalau PNS atau pegawai yang pendapatannya Rp 48 juta per tahun harus membayar pajak, masa UKM yang omzetnya Rp 2 miliar tidak membayar? Ini masalah keadilan,” ucap Fuad.

sumber: pajak.go.id

Seluruh PKP wajib Registrasi Ulang

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan meregistrasi ulang Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara nasional. Proses registrasi dilakukan mulai Februari hingga Agustus 2012. “Tujuan registrasi ulang ini untuk penertiban admistrasi, pengawasan, dan menguji pemenuhan kewajiban subyektif dan obyektif PKP Registrasi ulang dilakukan secara administrasi dan verifikasi lapangan,” jelas Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas (P2Humas) DJP Dedi Rudaedi dalam acara Kelas Pajak bagi Wartawan terkait Strategi Pengamanan Penerimaan Perpajakan Tahun 2012, Sabtu, 11 Februari 2012, di Hotel Lido Lakes Resort, Bogor, Jawa Barat.

Aturan yang mewajibkan seluruh PKP mendaftar ulang termuat dalam PER-05/ PJ/2012 tanggal 3 Februari 2012 lalu. Registrasi ini penting karena PKP wajib memungut PPN per tahunnya. Berdasarkan data DJP, dari sekitar 700 ribu PKP, baru 290 ribu PKP atau sekitar 42% yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Diduga pemilik Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) yang tak melaporkan SPT masa PPN ini sebenarnya sudah tidak memiliki usaha, tapi masih terdaftar. Karena itu, para pengusaha diminta untuk melakukan daftar ulang. Registrasi yang dilakukan DJP ini merupakan sebuah terobosan positif guna mendapatkan data dan penerimaan pajak dalam jumlah yang bisa diukur. “Program ini banyak bersifat proaktif dari Ditjen Pajak. Ini diperlukan agar kami bisa mendapatkan data valid dan berkualitas. Saat ini DJP menjalin kerja sama dengan instansi lain berkaitan dengan kelengkapan data. Kami sudah bicara pertukaran data dengan institusi lain. Terkait denpan itu juga dibentuk kantor pengolahan data eksternal (KPDE) termasuk data yang berkaitan dengan PKP,” ujar Dedi.

Sebelumnya pada acara yang sama, Kepala Sub Direktorat Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, memaparkan bahwa jumlah PKP per April 2011 mencapai 684 ribu PKP. Kemudian, jumlah itu bertambah sekitar 20 sampai dengan 30 ribu menjadi 700 ribu PKP per Desember 2011. Nah, terhadap 700 ribu PKP itu akan dilakukan Registrasi Ulang mulai Februari hingga Agustus nanti, melalui verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan. Bila hasil verifikasi atas 700 ribu PKP tersebut dinilai tidak memenuhi kriteria subjektif dan objektif maka NPPKP pengusaha atau badan tersebut akan dicabut.

Hestu menjelaskan bahwa verifikasi merupakan serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subyektif dan obyektif, atau penghitungan dan pembayaran pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak (WP) atau data yang dimiliki DJP. Hal itu dilakukan dalam upaya menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, atau menertibkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus verifikasi administrasi  diperuntukkan bagi WP yang memenuhi kriteria PKP pindah alamat, pemusatan, serta tidak lagi memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif sebagai PKP. Sedangkan verifikasi lapangan untuk PKP yang tidak masuk kriteria tidak aktif, pindah, pemusatan, tidak lapor SPT masa dengan kriteria tidak dilakukan kunjungan dalam enam bulan terakhir, tidak dilakukan pemeriksaan PPN dalam enam bulan terakhir, dan tidak dilakukan konfirmasi lapangan sebelum berlakunya PER-05/ PJ/2012, imbuh Hestu. “Intinya, kami Ingin mendapatkan PKP terdaftar yang keberadaan dan atau kegiatan usahanya telah diyakini kebenarannya. Kalau enggak jelas, cabut saja,” tandas Hestu.

sumber: pajak.go.id

adconsulting

MoU Pembentukan Tax Center Kanwil DJP WP Besar dan Jurusan Akuntansi Poltekpos Indonesia

Setelah terbentuknya Tax Center UKRIDA pada tahun 2009, kali ini dibentuk lagi Tax Center yang merupakan kerjasama antara Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dengan Jurusan Akuntansi Politeknik Pos Indonesia yang berlokasi di Bandung. Acara penandatanganan MoU antara kedua belah pihak dilakukan pada hari Rabu, 8 Februari 2012 dimana Kanwil DJP Wajib Pajak Besar diwakili oleh Ibu Widie Widayani, Kepala Bidang P2Humas dan Politeknik Pos Indonesia diwakili oleh Ibu Dini Wahyu Hapsari selaku Kepala Jurusan Akuntansi.

Penandatanganan MoU ini terlaksana setelah sebelumnya diadakan Tax Roadshow di kampus Politeknik Pos Indonesia pada hari Senin, tanggal 21 November 2011. Tax Roadshow yang dikemas dalam bentuk kuliah umum tersebut diikuti oleh sekitar 300 mahasiswa Jurusan Akuntansi tingkat 1 sampai dengan tingkat 3. Sosialisasi yang diberikan dalam kuliah umum tersebut bertujuan memberikan informasi tambahan kepada para mahasiswa tentang perpajakan sebagai salah satu mata kuliah yang diajarkan di jurusan tersebut.

“Saya baru melihat pajak dari segi keilmuan saja yaitu apa yang dipelajari oleh para mahasiswa yang tentunya masih sangat terbatas, sehingga dengan adanya sosialisasi yang berupa kuliah umum yang telah dilakukan oleh Kanwil DJP Wajib Pajak Besar di Politeknik Pos Indonesia beberapa waktu yang lalu sangat membantu sekali dalam menambah wawasan mahasiswa tentang perpajakan,” ungkap Ibu Dini ketika menyatakan pandangan beliau tentang perpajakan saat ini.

Beliau menambahkan, “Akan sangat membantu sekali dalam menambah pemahaman mahasiswa tentang perpajakan apabila mereka dapat melihat secara langsung prosedur perpajakan yang ada dengan melakukan company visit misalnya di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar ini.” Hal tersebut senada dengan salah satu poin kerjasama yang dijelaskan oleh Bapak Yusan bahwa Kanwil DJP Wajib Pajak Besar mengakomodir kunjungan industri yang ingin dilakukan oleh Politeknik Pos Indonesia.

“Dengan adanya Tax Center ini, saya berharap para mahasiswa dapat lebih memahami seluk beluk perpajakan dengan lebih mendalam, selain itu juga dapat berbagi informasi dengan pihak-pihak lain sehingga secara tidak langsung masyarakat bisa lebih mengerti tentang pajak. Selain itu, saya berharap Direktorat Jenderal Pajak juga semakin baik ke depannya dan dapat lebih mendekatkan diri ke masyarakat awam sehingga pandangan – pandangan negatif tentang kantor pajak dapat terhapus,” demikian uraian Ibu Dini ketika menyampaikan harapannya akan Tax Center yang telah terbentuk ini dan institusi DJP secara keseluruhan.

Demikianlah acara penandatangan MoU pembentukan Tax Center tersebut diakhiri dengan harapan bahwa kerjasama yang akan terjalin dapat memberikan banyak manfaat untuk berbagai pihak.

sumber: pajak.go.id